Burung Garuda kembali terbang tinggi begitulah bila Bicara tentang timnas kita. Indonesia tidak bisa lepas dari identitas garuda. Disetiap baju timnas logo garuda selalu ada. Burung Garuda dianggap sebagai burung mitologis dalam kebudayaan Hindu Indonesia,di gambarkan setengah burung setengah manusia. Walau ada yang berpendapat Garuda benar-benar pernah ada pada zaman lampau dan sekarang sudah punah. Garuda dipilih menjadi lambing Negara Indonesia, pembuatnya adalah Sultan Hamid II selain sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia beliau juga sultan di kesultanan kadriah Pontianak. Selain Indonesia, Lambang Garuda juga di pakai oleh Negara Thailand musuh bubuyutan timnas kita.
Pilihan burung Garuda sebagai lambang Negara adalah penemuan yang cemerlang karena sudah sejak dahulu kala menghiasi kebudayaan bangsa Indonesia. Burung Garuda telah menghiasi ceritra –ceritra rakyat di berbagai daerah, juga dipergunakan dalam berbagai karya sastra. Bahkan burung Garuda pernah dijadikan lambang kerajaan beberapa abad silam. Dalam PP No.44/1958 tentang Panji dan Lambang Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara secara tegas menyatakan bahwa burung Garuda adalah burung mithos yang bersifat kedewaan. Sebenarnya ceritra tentang Garuda sudah ada dalam ceritra Mahabrata.
- Mitologi Garuda dalam Mahabharata
Tersebutlah seorang raja sakti bernama Bhagawan Kasyapa, mempunyai dua orang istri yang bernama Kadru yang meminta 100 anak dan Winata yang meminta 2 anak. Kemudian Kadru diberi telur 100 dan Winata 2. Setelah beberapa lama telur Kadru menetas dan lahir berupa naga, seperti Naga Basuki, Anantabhoga, Tatsaka, dll. Lain halnya dengan Winata telurnya tidak menetas, sehingga diambil satu kemudian dipukul. Didalamnya ternyata ada seorang anak yang diberi nama Aruna, tetapi tak lama kemudian ia mati. Anak itu mengutuk ibinya, bahwa ibunya akan menjadi budak Kadru dan akan dibebaskan oleh adiknya, Garuda.
Pada suatu hari, Kadru dan Winata bertaruh tentang warna ekor dari seekor kuda putih. Menurut Kadru,warna ekor kuda itu hitam, sedangkan menurut Winata, putih. Ternyata warna ekor kuda itu memang putih, sehingga Kadru menyuruh anaknya untuk menyembur ekor kuda itu menjadi hitam. Akhirnya Winata kalah dan menjadi budak Kadru. Sementara itu Garuda lahir, dan ia langsung mencari ibunya. Atas petunjuk Dewa, ia sampai di tempat ibunya. Akan tetapi naga-naga yang menjaga ibunya meminta tebusan “Air Amerta yang disimpan di Pulau Sangkha Dwipa” untuk bisa membebaskannya. Kemudian ibunya berpesan : pergilah engkau ke sebuah pulau di tanah kusa, tempat orang-orang jahat (Nasadha), makanlah mereka sebagai bekalmu”.
Setelah itu, ia langsung menuju ke pulau di tanah kusa. Garuda sangat kesulitan untuk mengambil Air Amerta tersebut karena dijaga ketat. Namun dengan ketangkasannya, akhirnya ia berhasil mengambil kendi kamandalu yang berisi Air Amerta. Dan kendi tersebut langsung diserahkan kepada naga-naga tersebut. Akan tetapi Garuda sempat berpesan kepada para naga agar mereka mandi dulu sebelum minum Air Amerta. Mereka pun cepat-cepat masuk kedalam air sehingga mereka lupa menjaga kendi. Setelah kembali, ternyata kendi itu sudah tidak ada lagi. Yang tertinggal hanya beberapa helai daun lalang bekas pengikat kendi. Saking kesalnya, daun lalang tersebut mereka jilati sehingga lidah mereka tersayat. Konon itulah sebabnya, lidah ular bercabang dua.
Pada perjalanannya pulang, Garuda bersua dengan Batara Wisnu yang memintanya untuk menjadi kendaraan dan lambang pada benderanya. Garuda pun langsung menerimanya. Sejak itulah Garuda menjadi kendaraan Batara Wisnu dan lambang pada benderanya
2.Mitologi Garuda dalam Ceritra Dewi Sri
Saat bersamaan, datang utusan Raja Raksasa Ditya Pulaswa dari negeri Medangkumuwung hendak meminang Dewi Sri untuk dijodohkan dengan rajanya. Raja Mahapunngung mengatakan sebenarnya, dan bila dapat menemukan anaknya ia bersedia menjodohkannya. Utusan Ditya Kaladru merasa yakin dapat menemukan Dewi Sri. Dalam perjalanan menuju Desa Tulyam, Dewi Sri menjumpai sesosok mayat yang dikira adiknya sehingga ia pingsan. Ternyata mayat itu adalah Buyut Wedana, adik Buyut Bawada. Mereka kemudian menuju desa Medangwangi. Disana mereka diserang oleh rombongan Ditya Kaladru, namun Dewi Sri dapat menyelamatkan diri bersama Ken Patani ke desa Medangwantu. Di desa ini terjadi perang antara pengikut Ditya Kaladru dengan Buyut Wengkeng.
Rombongan Kalandaru ditolong oleh burung Wilmuka. Burung Wilmuka menyarankan agar rombongan Kalandaru kembali ke Medangkumuwung menghadap raja, dan pencarian Dewi Sri dilanjutkan oleh burung Wilmuka. Akhirnya Dewi Sri ditemukan. Dia disambar dan dibawa terbang. Dewi Sri menangis meminta pertolongan, dan didengar oleh Garuda Winanteya. Dilihatnya seekor burung raksasa yang membawa Dewi Sri. Dengan paruhnya yang kuat, burung raksasa itu dipatuk sehingga Dewi Sri terlepas jatuh ke tanah sehingga badannya hancur. Namun, atas kehendak Sang Hyang Narada, jasad Dewi Sri disiram dengan tirta amerta sehingga pulih kembali. Dewi Sri mengucapkan terimakasih kepada Garuda Winanteya dan atas kehendak Sang Hyang Narada, Dewi Sri dipertemukan dengan adiknya. Atas jasanya tersebut, Dewi Sri memberi hadiah berupa anting-anting sedangkan adiknya memberi hadiah berupa jambang, dan ketika dipakai, Garuda Winanteya tampak gagah sekali. Dewi Sri akhirnya menjadi lambang Dewi Pangan yang menyebarkan rejeki kepada setiap umat manusia, sedangkan Raden Sedana menjadi Sang Hyang Sedana yang menyebarkan kebahagiaan.
3. Mitologi Garuda dalam Kaba Rambun Pamenan
Suatu hari Raden Pamenan ingin memukat di Puncak Gunung Lenggo. Karena merasa lelah dan lapar, ia duduk bersandar di bawah pohon beringin. Terdengar suara elang, yang merupakan Elang Bangkeh yang membawa surat. Surat itu dijatuhkan kepada Pamenan yang merupakan surat dari ibunya, yang menyampaikan bahwa ibunya menderita di penjara. Ia bertekad untuk mencari ibunya. Karena perjalanan jauh, ia menjadi lemah dan lapar. Kakanya mengutus Balam Timbago untuk mencari adiknya dan membawakan makanan serta obat sehingga Pamenan bisa sehat kembali. Dalam perjalanan, ia menemukan sebuah gubuk tua yang dihuni seorang kakek. Disana Pamenan tinggal beberapa hari. Kakek itu memberinya tongkat yang dapat membunuh apa saja yang menyakiti. Dalam perjalanan, ia membunuh seekor naga dengan tongkat tersebut yang ingin memangsa seekor anak garuda. Induk garuda berterima kasih dan bersedia mengantarkan Pamenan ke negeri Cerminterus. Garuda memberikan dua helai bulu kepada Pamenan yang dapat dibakar apabila Pamenan membutuhkan pertolongan. Akhirnya, sesampai di Cerminterus, Pamenan membunuh hangek garang dengan tongkat pemberian sang kakek tua. Dengan kematian Hangek Garang, raja sangat gembira dan Puti Lindung Bulan dibebaskan. Mereka diantar pulang oleh garuda ke Kampungdalam dan mereka dapat hidup bahagia.
4.Peranan Garuda dalam Peristiwa Lainnya
Kehadiran Garuda dalam beberapa mitologi, dan simbol kerajaan, atau lukisan, serta pengaruh terhadap kesusasteraan membuktikan bahwa Garuda adlah burung yang telah dimuliakan oleh bangsa Indonesia. Garuda Pancasila adalah lambang bangsa dan negara Indonesia yang didalamnya tersimpan identitas bangsa Indonesia, di samping nila historis, sosio-budaya, dan filosofis. Bahkan dalam Garuda Pancasila tersimpan semangat juang bangsa Indonesia yang pantang menyerah dalam mencapai tujuannya.